Friday, 27th may 2011

16.05.00




kisah ini kisah lama. tepatnya dua tahun yang lalu, namun baru kuingat untuk berbagi. maka, nikmatilah!!

Awalnya Cuman iseng-iseng mengiyakan ajakan dari teman untuk ikut aksi pengumpulan dana (ini bahasa mereka menyebutkan “minta sumbangan”) di lampu merah Alauddin.  Lama-lama kufikir, bagus juga ikut kegiatan seperti ini guna membantu saudara-saudara kita yang tertimpa musibah di sekitar kita.
Maka mulailah kami (aku, temanku beserta teman-teman dari organisasinya) menebarkan langkah menyusuri tiap kendaraan yang berhenti di sekitar lampu merah. Kuperbaiki niatku sambil memapah maluku agar tak sampai melemahkan niatku yang telah kupupuk rapi.
Aku terenyak menyaksikkan bahwa diantara
kesemua kendaraan yang mengelilingiku, mulai dari mobil truk, angkutan umum, kendaraan pribadi, sampai becak, hanya ada beberapa yang mau mengulurkan selembar uang ribuan ke dalam wadah yang sedari tadi kupegang erat-erat, itupun kebanyakan datang dari supir angkutan umum. Ada juga dari seorang ibu yang sedang menggunakan jasa becak untuk mengangkut tubuhnya, anak dan barang-barangnya.
Aku terbelalak mengetahui bahwa diantara sekian banyaknya pengemudi kendaraan pribadi yang hilir mudik di hadapanku, hanya ada sekuku jari ynag menyodorkan uang recehannya untuk saudara-saudara kita di jalan Dangke, yang terkena musibah kebakaran itu. Yang lainnya? Hanya membiaskan tangan tanda tak mampu menempatkan hatinya di tempat yang benar. Aku emosi, hatiku memberontak! Namun kutahan tangisku mewakili saudara-saudara kita yang tengah menungguku di seberang sana, di dalam tenda kecil berisikan puluhan orang.
Dimana orang-orang kaya dibalik kendaraan mewah berwarna silver bermerk Xenia, Avanza dan merk-merk  lainnya yang lewat di hadapanku ini. Ataukah para pemuda yang sedang mengendarai sepeda motor matic bermerk Honda yang nampaknya masih baru, mungkin  baru dikeluarkannya minggu lalu, yang melewatiku tanpa rasa bersalah sedikit pun! Apa gerangan yang membuat mereka susah menyisihkan separuh rezekinya untuk saudara-saudara kita yang kehilangan 60 rumahnya di saat yang bersamaan mereka masih memiliki segala yang mereka inginkan? Mana mereka?
Maka dengan suara yang cempreng namun kuusahakan mengambangi suara kendaraan yang melintas di sekelilingku, aku berteriak,
“Wahai para penguasa kehidupan mewah, sempatkanlah dirimu
menengok sebagian besar saudara kita yang kelelahan mengais sampah
demi mencari kehidupan selanjutnya.
Anak-anak yang berlomba-lomba berlari mendekati para pengendara
Demi mendapatkan serpihan recehan dari sekian uang puluhan ribuanmu.
Perhatikan bagaimana mereka sangat jauh berbeda darimu
Tidakkah muncul Tanya dalam hatimu?
Tidakkah timbul rasa iba walau secuil untuk mereka?
Tidakkah ada waktu berbagi cerita dengan mereka?”

You Might Also Like

0 comments

Blogger news